KETUHANAN DALAM KISAH DEWA RUCI

Dalam mistik Jawa eksistensi Tuhan bersifat ambivalen, berpaham transendensi sekaligus imanensi.

Transendensi percaya bahwa Tuhan itu Tan Kena Kinaya Ngapa, awal segala ihwal, absolute & teramat sangat.

Imanensi menganggap Tuhan ada <inherent> atau hadir <present>.

Tuhan ada di jagad gumelar <alam semesta> sekaligus di jagad gumulung <diri manusia>.

Manusia Jawa yakin bahwa alam semesta adalah juga berada dalam dirinya. Dirinya adalah gambaran alam semesta karena apa saja terdapat dalam dirinya, seperti yang digambarkan dalam tembang-tembang Kisah Dewa Ruci di Serat Cebolek

…isining bumi, ginambar angganira



Manusia Jawa selalu berusaha menyatukan makrokosmos & mikrokosmos tersebut yang sering disebut dengan Manunggaling Kawula Gusti <Union Mystica>.

Dalam manunggaling kawula Gusti ini, tiap individu bebas mengembangkan ekspresi dan daya intuisinya untuk memperoleh pengalaman batin masing-masing dalam berhubungan dengan Tuhan.

Guru, Mursyid, hanyalah pemberi wawasan. Penemuan Tuhan itu sendiri tak akan pernah sama.

Ini adalah kearifan Jawa yang dengan rendah hati mengakui subyektivitas manusia.

Manusia makhluk subyek.

Dikisahkan dalam cerita Dewa Ruci, Werkudara bertemu dengan Guru Sejati, mencapai kemuliaan sebagai Subyek Pusat Pemaknaan. Inilah apa yang disimpulkan oleh Descartes sebagai Ego yang berpikir, dasar yang sedasar-dasarnya yang mampu mengatasi keraguan dan ketidakpastian.

Kemampuan Weruh Ing Anane Dhewe,yang mampu merangkum seluruh jagad raya dan dirinya sendiri, sawengkon jagad raya, angga wus kawengku.

Pada titik inilah Werkudara menjadi Bima Suci, seorang Dewa, subyek yang tampil terpisah dan bertahta di atas obyek.

Wekudara menemukan Pancer, & dalam Samudra Kehidupan yang luas tanpa horizon ini Ia mampu menunjukkan Utara dan Selatan.

Dalam Mistik jawa, manusia diharapkan mengetahui betul dari dan akan kemana hidupnya, yang disebut Sangkan Paraning Dumadi.

Pemaknaan dalam Perjalanan.

Kerendahan hati Sang Bima Suci yang mengakui subyektivitas manusia tampak dalam penolakannya memenuhi permohonan saudara-saudaranya untuk mengajarkan pencapaiannya.

Ia hanya mengajarkan bahwa kesejatian manusia ada dalam pencariannya, dalam perjalanannya mencari Tirta Perwita Sari.

Manunggaling Kawula Gusti yang dialami Bima Suci adalah titik temu yang harmoni antara manusia dengan Tuhannya. Pertemuan yang melalui batin, suatu pengalaman, bukan ajaran.

Pengalaman adalah peristiwa, kejadian.

Kejadian tak datang secara urut apalagi direncanakan.

Dalam kejadian, kebenaran terjadi, bukan pengetahuan.

Pengetahuan hanyalah percobaan mengulangi dan menyusun kembali.

Meminjam kata seorang psycoanalis Jacques Lacan sebagai ‘kebenaran yang melubangi pengetahuan’.

52 tanggapan untuk “KETUHANAN DALAM KISAH DEWA RUCI

  1. wis tak prawani pertamaxx sik wae :mrgreen:

    sejatine ora ono opo2 sing ono kuwi dudu yaiku sing kondho…nek sing kondho wae ora ono, lha kepiye arep muni “ora ono opo2”

    kalo tidak mengalami langsung…akan sulit bercerita tentang kondisi “sejatine ora ono opo2” ….lha sayange aku durung tahu je :mrgreen:

  2. Padha kang, terus isone muni yo mung..embuh lah aku ga eruh….
    kesimpulane ya harus jadi Bimo sing berjuang mati-matian mencari tirta perwitasari..

  3. Whahh..lha mas M4stono aja belum pernah mengALAMi apalagi saya…

    Tapi ungkapan ‘transenden’ dan ‘imanen’, saya ingat Satu ungkapan leluhur yang sdh merangkum dua ungkapan diatas.
    Yaitu “kasunyatan”… Lupa2 ingat, penjelasannya begini : SUNYA artinya awang-uwung, Transenden, sementara SUNYATA artinya sangat-nyata, Imanen.

    Kira2 bagaimana, mas Tomy & mas M4stono?

    Salam…KASUNYATAN
    nung-nong-nang-ning-nengngng

  4. lakon dewa ruci mengingatkan saya akan ungkapan: “sangkan paraning dumadi”, pak tomy. betapa dalamnya makna filosofis yang tersirat di balik repertoar ini. ada jagad gede dan jagad cilik yang menyatu dalam raga dan batin sang bima suci.

  5. sebagai Makhluk Subyek manusia sering terjebak dalam paradigma ‘saya’
    sering memaksa manusia lain untuk mengerti ‘saya’ , menjadi seperti ‘saya’ , mengikuti ‘saya’ , sama dengan ‘saya’ dan seterusnya
    Liyan atau Yang Lain adalah apa yang bukan ‘saya’, bukan apa yang ada dalam pemahaman nalar ‘saya’ yang cupet ini. Liyan bisa berarti yang Ilahi, Yang Maha, tak terbatas, tak ternamai, tak terdefinisi
    Liyan inilah sebuah kerinduan yang coba dijelaskan, direduksi, diberi nama menjadi bahasa, teks, kata yang seringnya malah menghilangkan keluasan & ketakterbatasannya
    Liyan adalah pluralitas, ‘yang beda’, tak jelas, yang dalam perjumpaan dengannya manusia mentransendensi dirinya,
    segala ego, segala tentang ‘saya’ seketika luruh

  6. Dalam kejadian, kebenaran terjadi, bukan pengetahuan.
    Pengetahuan hanyalah percobaan mengulangi dan menyusun kembali.

    hananing ngelmu marga ana laku… katanya tujuan itu adalah sebuah titik temu, sesuatu yg otomatis tercapai di akhir perjalanan. perjalanan itulah hikmah sesungguhnya.

  7. Kembalilah “kerumah kita”

    rumah yang kita bangun sendiri

    jangan seperti pong-pongan

    yang selalu mengambil rumah orang lain

    yaitu kerang-kerang yang sudah mati

    dijadikan rumah sendiri

    pamer kesana kemari

    Kembalilah kerumah kita

    seperti sang Bima

    dalam kisah Dewa Ruci

    Catatan : dalam bahasa semarangan, ada hewan yang menyerupai kepiting atau udang yang memiliki capit agak besar disebut “pong-pongan”. Hidupnya selalu mengambil rumah kerang yang penghuninya sudah mati.

    Ngalor ngidul yang dibawa ya rumah “orang lain” karena dia sendiri (pong-pongan itu) tak pernah mampu membuat rumah.

    Seperti sang Bima, mari kita temukan dan bangun rumah sendiri.

    Caranya??? mbuh ora ngerti aku.

  8. Mas Tomy,
    Pengetahuan itu sesungguhnya dapat membimbing kita menjadi makhluk yang bijaksana.

    Tetapi, dengan pengetahuan juga, kita bisa menjadi penjahat.

    Orang yang tanpa BERPENGETAHUAN seperti layaknya orang BUTA. Bagaimana mungkin orang buta akan menuntun orang yang WERUH??

    Pengetahuan berasal dari kata TAHU yakni WERUH. Tahu berarti “menyaksikan” oleh sebab itu bagaimana mungkin orang yang TIDAK TAHU kok menjadi SAKSI?? apa dasar kesaksiannya?? dalam islam syarat mutlak untuk menjadi muslim harus mau bersaksi bahwa MUHAMMAD ITU UTUSAN ALLOH (ashadu anna muhamaddarosululloh)

    Setiap “kejadian” memang akan melahirkan “pengetahuan”. Dan pengetahuan yang disusun secara metodologis akan melahirkan ILMU, jadi tanpa PENGETAHUAN tidak mungkin akan lahir ILMU.

    demikian tambahan saya mengenai “pengetahuan”.

  9. @ Kang Tono – selamat anda layak dapat bintang :mrgeen:
    Ana merga dianak-anakake, kuwi polahe manungsa 😀

    @ Mas Bei – ora angger dikandakake tapi dilakoni & dirasakake 😀

    @ Mas Sikap Samin – Ya mungkin trepnya begitu Mas, Ngelmu Kasunyatan …neng..ning…nung..nong..nang… :mrgreen:

    @ Pak Marsudiyanto – Cakile sudah tak cup sik lho Pak :mrgreen:

    @ Pak Sawali – kearifan leluhur memang sudah tinggi pencapaiannya Pak 😀

    @ Kang Cepot – saling belajar Kang 😀 blog si Akang bagus pisan

    @ Mbak Illuminationis – just be yourself :mrgreen:

    @ Mas Kika – makasih atensinya 😀

    @Kang S™J – cocok.. 😀 ada yang berkata suatu perjalanan lebih baik tidak bertolak/berawal dari tujuan, karena titik temu akan selalu dijumpai, jadi tujuan adalah perjalanan itu sendiri :mrgreen:

    @ Mas Prayit – Bagaimana kalau kita tetap terbuka pada apapun itu yang disingkapkan kepada kita Mas? Seperti yang saya komen di blognya Kang Tono

    Mungkin biar tidak terjebak persepsi, ilusi & imajinasi kita harus berani membuat segala logos, bahasa, kata & teks tetap terbuka & mengambang dalam KASUNYATAAN atau Ada & Tiada
    Melepasnya dari absolutism, dan membuat manusia bertemu dengan Yang Lain atau Liyan dalam istilah Jawanya
    Liyan atau Yang Lain adalah apa yang bukan ‘saya’

    Jadi seperti yang Mas Prayit katakana kita kebanyakan mirip pong-pongan, atau dalam hal ini adalah manusia yang membawa ember bocor
    Ember bocor adalah bahasa atau teks yang digunakan untuk menangkap makna, namun kenyataannya malah kita kehilangan kesejatian makna tsb, kehilangan spirit, roh hanya membawa ember bocor kemana-mana
    Ini mungkin maksudnya seperti yang dikatakan oleh Derrida sebagai Différance :

    différance gestures at a number of heterogeneous features which govern the production of textual meaning. The first (relating to deferral) is the notion that words and signs can never fully summon forth what they mean, but can only be defined through appeal to additional words, from which they differ. Thus, meaning is forever “deferred” or postponed through an endless chain of signifiers. The second (relating to difference, sometimes referred to as espacement or “spacing”) concerns the force which differentiates elements from one another and, in so doing, engenders binary oppositions and hierarchies which underpin meaning itself.

    Hehehe… ini bukan nggaya-gayaan lho Mas lha nyari referesnsinya di Mbah Wiki adanya Cuma bsa Inggris 😥 , juga semoga nggak kayak pong-pongan aja yang cuma ambil rumah ‘orang lain’ tapi mencoba belajar dari kearifannya
    Dan tentang pengetahuan mungkin Mas Prayit bisa berbagi disini http://tertiga.wordpress.com/

  10. JATI DIRI SEBUAH BANGSA
    Sebuah catatan dari Pak Triwidodo Djokorahardjo

    Sang remaja putri kembali bertanya, “Bunda, bagaimana bunda memaknai jatidiri bangsa? Apakah kita telah lupa jatidiri bangsa kita dan tidak seperti Cindelaras yang menyadari jatidirinya?”
    Sang ibu menjawab,“Terima kasih putriku, dalam setiap manusia Indonesia terdapat DNA yang unik tetapi ada benang merah yang mempersatukannya.”
    Dalam buku Genom, Kisah Species Manusia oleh Matt Ridley terbitan Gramedia 2005, disebutkan bahwa Genom Manusia – seperangkat lengkap gen manusia – hadir dalam paket berisi dua puluh tiga pasangan kromosom yang terpisah-pisah. Penulis Buku tersebut membayangkan genom manusia sebagai semacam otobiografi yang tertulis dengan sendirinya – berupa sebuah catatan, dalam bahasa genetis, tentang semua nasib yang pernah dialaminya dan temuan-temuan yang telah diraihnya, yang kemudian menjadi simpul-simpul sejarah species kita serta nenek moyangnya sejak pertama kehidupan di jagad raya. Genom telah menjadi semacam otobiografi untuk species kita yang merekam kejadian-kejadian penting sesuai dengan keadaan sebenarnya. Kalau genom dibayangkan sebagai buku, maka buku ini berisi 23 Bab, tiap Bab berisi beberapa ribu Gen. Buku ini berisi 1 Milyar kata, atau kira-kira 5.000 buku dengan tebal 400-an halaman.
    Dalam DNA kita terdapat catatan pengalaman leluhur-leluhur kita zaman Sriwijaya, zaman Majapahit dan genetik bawaan dari pembangun Candi Monumental Borobudur, bahkan zaman-zaman sebelumnya. Zaman dulu dan zaman sekarang ini adalah satu rangkaian yang tidak bisa dipisahkan. Perilaku manusia saat dewasa terkait erat dengan perilaku dia sewaktu kecilnya. Sebuah kontinuitas yang melekat. Kearifan kita sudah ada sejak zaman dahulu.
    Kita perlu mengkoreksi klasifikasi sejarah yang mengkotak-kotakkan Sejarah Bangsa menjadi Zaman Pra Hindu, Zaman Hindu, Zaman Islam, Zaman Penjajahan dan seterusnya. Genetik kita saat ini ada kaitannya dengan masa lalu, tidak dapat dipisah-pisahkan atas dasar kepercayaan yang dianut pada beberapa masa.
    Seorang yang meninggalkan agama asalnya dan memeluk agama lain, menjadi lebih fanatik. Karena, ia merasa perlu membuktikan bahwa pilihannya tepat. Ada rekaman tentang kepercayaan masa lalu dalam DNA kita, kemudian ada rekaman baru tentang apa yang kita percayai sekarang…. Dan, kita harus membuktikan bahwa tindakan kita sudah betul. Maka, kita pun menjadi lebih fanatik. Kita, bangsa Indonesia, punya masalah yang berat sekali. Selama 600 tahun terakhir, kita sudah pindah agama tiga sampai empat kali. Dan DNA kita membawa semua memori ini. Jadi, kita menjadi fanatik. Yang Hindu fanatik, Buddha fanatik, Kristen fanatik, Katolik fanatik, Islam fanatik, karena kita lupa kita punya jati diri. Jati diri kita ada, peradaban kita juga sudah ada jauh sebelum agama-agama tadi masuk Nusantara. *2 Tsunami halaman 133
    Bung Karno pada tanggal 16 Juni 1958 berpidato yang petikannya sebagai berikut: “Masyarakat Indonesia ini boleh saya gambarkan dengan saf-safan. Saf ini di atas itu, di atas saf itu saf lagi. Saya melihat macam-macam saf. Saf Pra-Hindu, yang pada waktu itu kita bangsa yang telah berkultur dan bercita-cita. Berkultur sudah, beragama sudah, hanya agamanya lain dengan agama sekarang, bercita-cita sudah. Jangan kira bahwa kita pada jaman Pra-Hindu adalah bangsa yang biadab… Saya lantas gogo – gogo itu seperti orang mencari ikan, di lubang kepiting – sedalam-dalamnya sampai menembus jaman imperialis, menembus Zaman Islam, menembus Zaman Hindu, masuk ke dalam Zaman Pra-Hindu. Jadi saya menolak perkataan bahwa kurang dalam penggalian saya. Dalam pada saya menggali-gali, menyelami saf-saf ini, saban-saban saya bertemu dengan: kali ini, ini yang menonjol, lain kali itu yang lebih menonjol. Lima hal inilah: Ketuhanan, Kebangsaan, Perkemanusiaan, Kedaulatan Rakyat, Keadilan Sosial. Saya lantas berkata, kalau ini saya pakai sebagai dasar statis dan Leitstar dinamis, insya Allah, seluruh rakyat Indonesia bisa menerima, dan di atas dasar meja statis dan Leistar dinamis itu rakyat Indonesia seluruhnya bisa bersatu-padu”.
    Selanjutnya, Ki Hajar Dewantara mengartikan Budaya Nusantara adalah unggulan-unggulan dari setiap budaya yang kemudian digodog, dimasak, dan ditemukan saripatinya yaitu Pancasila. Silahkan kita beragama apapun juga. Akan tetapi sekali-kali jangan mengimport budaya asing. Para Founding Fathers telah mempunyai kebijaksanaan yang selaras dengan penemuan pemetaan genom. Kita melihat bangsa Jepang, Korea, India, dan lain-lainnya, mereka semua menghargai budaya mereka dan mereka semua maju.
    Sekarang sudah terbukti dari penemuan di Bali beberapa waktu yang lalu yang membuktikan bahwa DNA kita ada gen khas Indonesia. Gen-nya gen khas Indonesia. Kita memiliki suatu dasar yang kuat sekali, dasar ini jangan sampai terlupakan. Kalau DNA kita sekarang dipetakan, kita memiliki DNA, memiliki benang merah yang mempertemukan kita semua. DNA Khas Indonesia.
    Secara genetik dapat ditelusuri bahwa kita, sebagai orang Indonesia, sudah punya peradaban sejak lama. Kalau kita terus-menerus mengadopsi mentah-mentah peradaban India, Arab, Cina atau peradaban Barat, maka akan terjadi konflik dalam diri kita. Kita punya peradaban yang sudah kuno sekali. Kalau peradaban itu mirip dengan Arab, maka itu soal lain. Mirip dengan India, itu juga soal lain. Tapi kita punya peradaban sendiri. Kita punya PR yang luar biasa, kalau mau menciptakan kedamaian kita harus kembali ke jati diri kita. Kita boleh beragama Islam, kita boleh beragama Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, but we are Indonesians. Kita orang Indonesia, kita punya jati-diri, kita punya peradaban yang sangat tinggi. Mari kita menggali kembali.

    Terima Kasih Bung Karno, Terima Kasih Guru yang mengingatkan kita tentang jatidiri sebuah bangsa. Bende Mataram. Sembah Sujudku bagi Ibu Pertiwi.

  11. kalo aku sih kalo memang gak mampu membangun rumah sendiri , beli rumah sama developer ya nggak papa mas.

    Memang nggak idealis kesannya yah, nggak afdol karena tidak semua sesi kita terlibat di dalamnya. tetapi secara fungsional rumah itu yah rumah. Gunanya rumah itu apa ?

    Sepanjang kita nyaman tinggal di rumah itu walaupun bukan kita yang membangunnya itu artinya home sweat home. Hi Hi hi

    Gini yah saya itu setengah idealis juga tetapi kadang saya itu mikir , kita ini sok ribut menggali jati diri. Pertanyaannya : Kita ini aslinya harus menggali sampai berapa meter sih sampai kita memutuskan itulah batas dimana berdirinya pondasi kita bisa dibilang kuat ?

    kalo kita menggali terus tetapi tidak tahu sampai kapan atau sampai sebatas apa kita perlu menggali yah itu kurang kerjaan. Apa yang dimaksud dengan Jati diri Indonesia itu sampai sejauh mana atau sampai jaman apa pada masa lalu? Apakah jaman Sriwijaya ? jaman Majapahit ? Jaman pitecantropus Atau malah jaman dinosaurus ? Itu juga perlu dipikirken bukan cuma sekedar romantisme dan retorika.

    bahwa pondasi makin kuat kalo galian dalam itu benar. Tetapi seberapa dalam kita perlu menggali untuk bangunan masa depan bernama Indonesia ini. 🙂

  12. kalo LP seneng beli rumah, ya beli aja, gak masalah. Tapi, bagi yang pengin bikin sendiri mungkin itu lebih baik, karena sesuai dengan seleranya.Tidak seperti pong-ponganlah.

    soal jati diri bangsa, mungkin kita bisa mencontoh, menurut saya, bangsa jepang, korea selatan, china, india, israel, arab, dan bangsa eropa jelas bangsa itu memiliki kepribadian yang kuat.Kalau saya tidak salah, di daerah Pati juga ada komunitas yang memiliki kepribadian/jati diri yang kuat yakni komunitas Samin.

    Nah, kepribadian bangsa dan negara Indonesia ya mestinya seperti yang dicita-citakan Pancasila.sederhana kan?

  13. Nggih Mas Love… rumah itu gunanya memang sebagai salah satu kebutuhan pokok kita, buat berteduh dari panas dan hujan, tempat membina keluarga juga agar kita bisa berkata PULANG :mrgreen:
    Mbangun rumah juga nggak bisa sendiri karena kita termasuk makhluk social dan punya etika & estetika tinggi, maka beli lewat developerpun nggak masalah meski dengan di KPR-kan 😀 …pengalaman pribadi…
    Tapi kalau mampu & ada rejeki asyik juga bisa mendesain rumahnya sendiri sesuai selera kita seperti Mas Prayit bilang
    Saya juga nggak tau nih idealis atau bukan bila kita ingin memahami jati diri kita sebagai manusia…nggak usah bangsa dulu deh karena bangsa juga adalah kumpulan manusia…mangga saling berbagi
    Kalau yang saya pelajari dari Pak Karno & hasil pemikiranku sendiri, manusia menggali jati diri ya sampai mengerti arti dari manusia & kemanusiaan agar tidak Cuma menjadi hewan berakal ..Animale Rationale…seperti yang dikatakan Mbah Plato

  14. Mas Tomy,
    Whaahh…matur suwun banget, wis paring koment nang omahku
    Sebelumnya memang mau minta ijin saya copas, paparan panjenengan tentang DNA adalah layaknya ultra micro-chip berisi catatan sejarah TITAH DIRI SEJATI…
    Tepat sekali BUNG KARNO tentang pesan JAS-MERAH…nya

    JAngan Sekali-kali MElupakan sejaRAH
    JAngan Sekali-kali MEmalsukan sejaRAH
    JAngan Sekali-kali MEmbelokkan sejaRAH
    JAngan Sekali-kali MEngingkari sejaRAH
    JAngan Sekali-kali MEngkhianati sejaRAH

    Sekali lagi terima kasih mas Tomy
    Bhinneka Tunggal-Sikep

    Samin adalah Surowijoyo
    Samin adalah Surosentiko
    Samin…DNA Nuswantara

  15. Tepat penggambaran mas Prayit tentang “pong-pongan”
    malah mohon ijin ingin lebih memperjelas, gambarannya begini : kita menolong orang merantau indekos dirumah kita, bayar kos sesukanya, mengolah lahan kita sesukanya. Sekian lama berjalan, dia/yg indekos malah menggusur/mengusir pemilik-rumah…
    Lha kalau Plato melihat sikonnya begini, pasti berkomentar “BAHWA MANUSIA SEKARANG ADALAH HEWAN BERAKAL YANG TERKENA RABBIES”…

    MARI..BANGKIT..BANGKIT..BANGKIT..BERANTAS RABBIES

  16. lirik atas 🙄 hiyaaa kang samin wis tangi….bar dirasani wong sekampung nang umahku :mrgreen:

    kalo logikanya dibalik menjadi “hewan rabies yg berakal” …..waduh deworuci kok tekan rabies mbarang to…sik sik mbalik ke tengtop ah…. :mrgreen:

  17. Hari gini,masih ngeributin jatidiri.
    Ketika bangsa lain,meributkan bagaimana cara membuat sayap,agar bisa terbang.
    Kita masih disibukkan dengan menggali lubang.
    ‘SALAM BHINNEKA TUNGGAL IKA’

  18. Ya! Kumang itu (pong-pongan) bukan karena dia nggak tau diri, tapi emang karena dia nggak bisa menghasilkan zat tanduk maka ia ngibeng terus pindah kesana-kemari mencari rumah yg sesuai dgn pertumbuhan tubuhnya.
    Seperti Ibeng lah, yg belum bisa bikin blog, bukan karena dia nggak tau diri, atau nggak peduli jati diri, tapi emang karena dia belum bisa menghasilkan zat tanduk, heheh!

    Salam Persahabatan!

  19. @Ki Sikapsamin yth,

    ………..Sekian lama berjalan, dia/yg indekos malah menggusur/mengusir pemilik-rumah…

    Aneh, tetapi kayaknya ini fakta.Pelan tetapi pasti, mereka sudah mulai “menggusur rumah kita”. Mereka membangun kapling di pekarangan kita sekaligus menjadi “majikannya”, akhirnya kita-kita ini yang indekos di rumah mereka.

    Segala aturan mereka yang membuat, bila penghuni yang indekos itu tidak patuh dengan aturan yang dibuat sepihak oleh pemilik rumah,maka mereka akan mengusirnya.

    He…..he……..he, silakan bagi yang mau indekost, kalau aku lebih baik di rumah sendiri meski rumahku sering dikata-katai sebagai rumah berhala yang penuh dengan bid’ah dan musyrik.

    Emang rumah mereka apa isinya?? jangan-jangan isinya penuh dengan vampire yang siap menyucup mbun-mbunan kita. Walah….mbun-mbunan bahasa indonesianya apa ya?? ya hampir sama dengan ubun-ubun gitu kali yah?

    Ki…ki, siapa yang salah sih atas semua peristiwa ini ya? aku bingung deh, ketika seorang pendidik juga sudah mulai ketularan rabies.

    Harusnya kan dia justru yang ngobatin rabies, kok malah jadi menularkan.

    Ini prahara budaya namanya.

  20. mas aku seh penasaran maslah weruh lan kaweruh tolong dijabarke maneh mas mbek siji maneh :dikandakake tapi dilakoni & dirasakake opoiku hukume wajib mas? matur nuwun

  21. Salam Kangen dan Rindu untuk Mas Tommy anu KASEP TEAA
    Hahahaha.. Apalah artinya Agama Tanpa Spiritualitas.. nol besar.. Manusia pertama di bikin menjadi TAHU.. akhirnya mulai MENGERTI dan MEMAHAMI.. dilanjutkan dengan ditemukan dimensi bathiniah spiritual dari pemahamannya tersebut.. hingga akhirnya diturunkannya UJIAN.. inilah SPIRITUALITAS.. AGAMA adalah PEMICU.. PEMICU untuk manusia agar MENGERTI dan MEMAHAMI.. menemukan FREKWENSI BATHIN dan TERUJI.. hingga menemukan FREKWENSI HIDUP.. asalnya datang sendiri tiada punya apa apa.. PULANG sendiri tiada punya apa apa.. dan HIDUP sendiri tiada punya apa apa.. mudah diketahui dan dimengerti tetapi sulit ditemukan FREKWENSI BATHIN SEJATINYA.. inilah MANUNGSO SEJATI.. Tiada dikatakan dirrinya MATI maupun HIDUP lagi.. Karena semua sudah terlewatinya.. HIDUP dalam pelukan YANG MAHA HIDUP.. tiada TERTIPU lagi oleh SIFAT.. tiada TERIKAT lagi oleh DUALITAS..

    Salam Kangen

  22. @aang yth,

    …………mas aku seh penasaran masalah weruh lan kaweruh tolong dijabarke……..

    Jawab :
    Weruh itu dalam bahasa Indonesia berarti TAHU sedangkan “kaweruh” sama dengan PENGETAHUAN.

    Pengetahuan adalah semua unsur berdasarkan apa yang kita TAHU (weruh). Dari semua yang kita TAHU kemudian disusun menjadi PENGETAHUAN yang sistematis, sehingga pengetahuan yang telah tersusun dengan sangat baik itu bisa kita jadikan sebagai ILMU (petunjuk) tentang sesuatu hal.

  23. Simbah pernah bilang : “umum’e nek wus WERUH samubarang KAWERUH dadi nengngng”..?!?
    Saya jadi bingung kok sama ‘nengng’nya…saat saya ora ngerti blass, mau tanya juga nggak ngerti.

  24. @Ki Sikapsamin yth,

    nengngng………. ateges ibarat padi makin berisi makin menunduk, makin banyak tahu makin merasa bodoh, jadinya serasa kosong (nengngng).Inilah orang yang benar-benar TAHU DIRI(Nya).

    @LP yth,
    wah kalau dulu jamannya masih ada lotre atau SDSB, pasti orang yang benar-benar “weruh sak durunge winarah…” akan diburu banyak orang, untuk dimintai nomer yang bakal keluar.

    Wah kebetulan, saya belum pernah weruh ada orang yang “sungguh-sungguh weruh sak durunge winarah”.

    Jadi kalau anda sudah pernah ketemu dengan orang tersebut mungkin anda bisa menyimpulkan pertanyaanmu sendiri.

  25. @Mas Prayit tercinta : He He he. Lho weruh sak durunge winarah yo rak mesti dihubungken ke SDSB tho Mas. Ya nggak mesti semua bidang juga. Misalnya kata bukunya Tatang Sutarman sebentar lagi akan hujan. Lha wong irungnya dia mungkin hapal bau hujan. Paijo lain lagi memprediksikan akan badai , ya dia tahu lha wong makanannya badai. 🙂 Seharian di laut. 🙂
    Kalo seseorang terbiasa dalam satu hal itu mungkin semua inderanya entah lima atau tujuh yah jadi terbiasa dengan itu. Itu juga baru mungkin . Tapi minimal pasti lebih tahu lebih bisa memprediksi dibandingkan dengan manusia yang bidangnya bukan itu. Lha itu kuwi opo? Ya beda-bedalah tiap manusia. 🙂 Salam nggih Kang Mas Tumenggung..

  26. iya saya kira itu namanya menggunakan ilmu “titen”.

    Jadi kadangkala juga bisa “keliru”, padahal bukankah kalau “weruh sak durunge winarah” itu pasti betul (gak pernah meleset)?

    Salam hangat kembali Mas LP.

  27. Kalo menurutku sih semua makhluk hidup pasti bisa keliru. 🙂 Termasuk manusia tentu saja. Nyuwun Pangapunten. Salam Mas Prayit

  28. ya, berarti kalau gak bisa keliru itu “bukan manusia” lalu klaim “weruh sak durunge winarah” itu maksudnya apa dan bagaiman?

    jangan-jangan hanya kita saja yang “memberi gelar itu” sedangkan orang yang bersangkutan tak pernah mengatakan dirinya “weruh sak durungi winarah”.

    begitu mungkin LP?

  29. selamat natal dan tahun baru mas Tomy sing ganteng dhewe…semoga damai dan kasih selalu menyertai kita semua…GBU

    waduh telat…..tapi mending tinimbang ora babar blas….. :mrgreen:

  30. @Mas Prayit : Iya bener. Dari sisi manusia yang dianggap weruh sak durunge winarah itu yah menurutnya biasa, lha wong sehari-harinya dia kok. Tapi bagi yang lain yang tidak biasa kan ya gumun. Karena itulah dikatakan “weruh sak durunge winarah” . 🙂

  31. mengucapkan Selamat Natal bagi Saudara semua

    natal adalah solidaritas, bentuk kepedulian social kita kepada sesama yang lemah & menderita
    semoga dengan semangat natal ini kita kembangkan damai & kasih dalam relasi yang saling memerdekakan

    mengucapkan Selamat Natal bagi Saudara semua

    natal adalah solidaritas, bentuk kepedulian social kita kepada sesama yang lemah & menderita
    semoga dengan semangat natal ini kita kembangkan damai & kasih dalam relasi yang saling memerdekakan

  32. 😆 😆 😆 😆 😆

    RAIHLAH “JATI DIRI MANUSIA”.. untuk

    MENGEMBALIKAN JATI DIRI BANGSA INDONESIA

    Salam Cinta Damai dan Kasih Sayang ‘tuk Sahabatku terchayaaaaaank

    I Love U fuuullllllllllllllllllllllllllllllll

  33. @ Kang Tono : Bagi seorang sahabat tiada kata terlambat tuk mengucapkan selamat 😀 lha lagi bisa onlen sekarang kok hehehehe….
    @ Celetukan Segar : Videonya seperti itu tapi nggak tahu caranya komen di blogspot 😀

  34. Diam

    Merintih

    Tertunduk

    Membisu seribu bahasa

    Keheningan Mencekam Jiwa

    Menembus dalam Relung Sukma

    Menghancurkan Seluruh Ego

    Membongkar rata kedirian yang tersisa

    Aku.. aku.. aku.. aku.. aku..

    Siapakah aku ini..

    Bisanya selalu mengaku dan mengaku

    Bisanya selalu merasa dan merasa

    Dengan sombong berdiri tegak seolah mampu

    Dengan gagah membusungkan dada seolah kuasa

    Seakan diri bisa dan merasa bisa melakukan sesuatu

    Berkarya.. mencipta.. berbuat dan berusaha..

    Hmm.. semua itu semu

    Semua itu palsu

    Semua itu bohong belaka

    La hawla walla quwata illa billa

    Aku ini lemah ya ALLAH…

    Lemah Tiada daya dan upaya..

    Bahkan untuk bergerakpun ku tiada mampu

    Apalagi untuk mencipta dan berkarya..

    Sungguh yaa Allaaaaaah..

    Kusadari dengan sesadar sadarnya kelemahan diri ini

    Semua terjadi hanya karena IZINMU yaaa ALLAAAH

    Tiadalah diri ini selain Engkau yang berkehendak dan berkuasa

    Tanpa semua itu adalah KEBOHONGAN BESAR

    Tanpa semua itu adalah diri diri yang Tertipu

    Yaaa Allaaaaah

    Dalam Kelemahan ini ku terdiam Memuja KebesaranMU

    Dalam Kefakiran ini ku tertunduk Membersihkan KakiMU

    Dalam Kehinaan ini ku tertegun Melihat KemulianMU

    Dalam Kepapaan ini ku menangis Terpesona KebesaranMU

    Dalam Kegaiban ini ku hilang lenyap dalam Penyaksian..

    La hawla walla quwata illa billa

    Yaa Allaaaah.. inilah diriku yang sebenar benarnya

    La hawla walla quwata illa billa

    Yaa Allaaaah.. inilah aku.. aku.. aku..

    Datang ke dunia sendiri tiada memiliki apapun dalam kelemahan..

    Pulang nantipun sendiri tiada memiliki apapun dalam kelemahan..

    Sesungguhnya Hidup di duniapun sendiri tiada memiliki apapun dalam kelemahan..

    Mengapa.. mengapa.. begitu bodohnya aku..

    Seolah hidup Kuasa dan Memiliki segalanya

    Semua Duniawi tersimpan erat kuat dalam hati

    Padahal HATI hanya untukmu ya ALLAH

    Padahal HATI bukan untuk DUNIA

    Begitu bodohnya aku selama ini ya ALLAH

    Begitu Tolol tiada menyadari semua ini..

    Diam

    Merintih

    Tertunduk

    Membisu seribu bahasa

    Keheningan Mencekam Jiwa

    Menembus dalam Relung Sukma

    Menghancurkan Seluruh Ego

    Membongkar rata kedirian yang tersisa

    Akhirnya kumengetahui

    Akhirnya kumengerti

    Akhirnya kumemahami

    Akhirnya kutemukan frekwensi bathinnya

    Akhirnya kutemukan frekwensi dalam Hidup yang meliputi

    La hawla walla quwata illa billa

    Lemah.. lemah.. semakin lemah tiada daya dan upaya

    Lenyap.. lenyap.. akhirnya lenyap.. dan lenyaaaap

    Hilang semua hanyalah sebuah KETIADAAN yang ABADI..

    ~~~080~~~

    Salam Sayang dan Kangen
    KangBoed

Tinggalkan komentar