KRATON YOGYA KEHILANGAN PERKUTUT

“Begini Mbah, kemaren waktu libur saya berkesempatan untuk berwisata budaya mengunjungi Kraton Yogya. Ada satu hal yang cukup mengganggu saya waktu disana Mbah, saya mendapat gambaran ada banyak sangkar burung namun sayangnya tidak ada satu burungpun di dalamnya”

“Hehehe…… memang itu yang harus terjadi. Burung dalam sangkar para raja adalah perkutut, sebagai symbolisme Wahyu.
Kraton sekarang telah kehilangan perkututnya, kehilangan wahyunya. Wahyu Kraton selama ini dianggap sebagai Wahyu Keprabon , wahyu yang dimiliki oleh para raja sebagai pemimpin umat tiada bedanya dengan wahyu yang diimani dalam agama, wahyu sebagai anugrah untuk manusia terpilih sekedar klaim atas pencapaian diri.
Pengertian wahyu seperti ini yang sejatinya harus dibongkar & dimaknai ulang. Pewahyuan adalah pengungkapan segi terdalam dari manusia. Ketika ia melihat kedalam diri, kesejatian dirinya disingkapkan itulah Wahyu.”

“Jadi kalau begitu wahyu dapat diterima oleh setiap orang dong Mbah?”

“Sudah pasti. Bila manusia mau kembali kepada keberadaaan dirinya.”

“Dari banyak cerita dikisahkan bahwa wahyu itu diperoleh dari laku. Biasanya seorang ksatria harus melakukan tapa brata dulu untuk mendapatkannya dan tak jarang memperebutkannya.”

“Hahahaha….. Manusia selalu sibuk mencari hal-hal diluar dirinya demi untuk mencari eksistensi diri. Tapa brata disini dimaksudkan kembali ke dasar keberadaan diri.”

“Lalu apa pesan yang bisa saya peroleh dari gambaran tersebut? Tentang kraton yang kehilangan perkutut”

“Hmm… Semua manusia menghadapi tantangan jamannya. Jaman feodal dimana para raja dianggap sebagai perwujudan tuhan, maka rakyat butuh sosok hero dalam diri para raja tsb.
Namun jaman telah banyak berubah, kita tak bisa secara naïf hanya mengejar bayang-bayang sosok yang dianggap hero.
Sekaranglah jamannya untuk bertumbuhnya kesadaran kolektif dari manusia, seperti yang tadi saya katakan bahwa semuanya diketemukan dalam diri kita masing-masing bukan dari luar diri kita.

Memang seperti yang pernah saya katakan feodalisme di Indonesia adalah feodalisme yang mati ngorak, feodalisme yang mati sendiri bukan karena revolusi….
Sedikit cerita tentang sejarah Kraton, GRM Gatot Menol atau yang lebih dikenal sebagai Hamengkubuwana V, digantikan oleh adiknya Raden Mas Mustoyo yang menjadi Hamengkubuwana VI bukan oleh anaknya. Nah dijaman Hamengkubuwana IX, oleh Hamengkubuwono IX, tahta akan kembali diserahkan kepada keturunan GRM Gatot Menol dengan menikahkan anaknya GRA Dyah Murjiatun dengan RM Suryaatmaja Hadiningrat keturunan GRM Gatot Menol dari Wuwuharjo, Kajoran, Magelang disaksikan oleh Gusti Hadikusumo adik Sang Raja.
Pak Surya ini sebelumnya telah menjadi pertapa di Alas Ketangga sebagai pelaku Jangka kejayaan Nusantara dan juga untuk mendapatkan wahyu keprabon tersebut.
Namun kehidupan berkehendak lain, sebelum Pak Surya diwisuda oleh HB IX, Sang Raja sudah keburu meninggal di Amerika sana dan suksesi jatuh ketangan BRM Herjuno Darpito yang menjadi HB X.
Ada intrik yang berkembang di intern Kraton disusul kematian Gusti Hadikusumo yang menjadi saksi perjanjian HB IX dengan Suryaatmaja. Beredar kabar Gusti Hadikusumo kesiku karena berani mbondhan tanpa ratu kepada Raja HB X.
Suryaatmaja sendiri akhirnya hanya dijadikan Patih Lawu sebagai obat kecewa.

Kisah ini kuungkap untuk kita belajar dari tokoh2 HB X & Suryaatmaja.

Gambaran yang kau lihat sebagai kandang-kandang kosong tanpa perkutut adalah simbolisme dari budaya feodal & penguasaan manusia atas manusia lain yang harus dibongkar & dibangun ulang.
Inilah TRIWIKRAMA BUDAYA yang harus kita lakukan!!!
Mengatasi type-type arche yang selama ini membelenggu kita, gambaran tentang kakek tua yang bijaksana atau sosok Raja dengan dengan segala kebesarannya…
Semua itu tak lagi ada di Kraton, symbol feodal & patriarki, namun berada dalam JIWA SETIAP GENERASI PENERUS seperti kamu itu.
Maka tepat sekali bila saat ini Kraton telah kehilangan perkututnya. Kehilangan pamor dan Wahyunya.
Karena Kraton yang sejati adalah diri kita ini yang disebut dengan KRATON AGUNG YANG DIRAKIT OLEH DZAT YANG MAHA MULYA

“Oalah benar juga kalau dipikir-pikir ya Mbah… Tapi lalu bagaimana dengan perkutut yang telah lepas dari sangkarnya itu?”

“Sang Perkutut akan tetap mencari kurungannya….
Pewahyuan tak akan pernah berhenti, hanya kini menjadi tantangan bagimu dan generasimu, mampukah menjadi kurungan dari perkutut itu?
Sesuai dengan SUMPAH BUDAYA yang telah dicanangkan oleh teman-teman kaum muda kita, dalam pemahamanku implementasinya adalah dengan menggali kembali kultur kemanusiaan kita.”

“Hmm… Sepertinya itu berhubungan erat sekali dengan jangka tentang kejayaan Nusantara kita ini ya Mbah?”

“Hehehe…. Betul sekali… Seperti cerita yang kamu dapat dari ber-facebook ria disela-sela waktu kerja, tentang kejayaan bangsa kita sejak jaman Gendrayana hingga Majapahit, bahkan dikatakan pula Nusantara inilah Benua Atlantis yang hilang itu. Inilah sekali lagi kukatakan sebagai tantangan jamanmu.
Dengan banyaknya symbol seperti Ratu Adil & jangka yang diartikan secara naif akan datangnya sosok purnama penyelamat yang akan mengentas manusia, yang membawa Indonesia ini kembali kepuncak kejayaannya. Sosok itulah yang harus ditemukan dalam diri kita masing-masing bukan dari luar diri kita.
Semua yang ada diluar diri kita adalah ‘de Jure’, replica. Sedang diri kita ini adalah yang sejatinya yang ‘de Facto’.
Ke-Indonesia-an sendiri bukan suatu warisan sejarah yang taken for granted & statis namun adalah kesadaran kolektif yang terus bertumbuh secara dinamis sesuai tantangan yang dihadapinya.
Kejayaan Nusantara adalah tantangan jamanmu!!
Mampukah generasimu menjawab tantangan ini??
Suatu hal yang sangat penting untuk dijadikan renungan.”

19 tanggapan untuk “KRATON YOGYA KEHILANGAN PERKUTUT

  1. Mohon doa restu serta kebersamaan semuanya,
    tidak ada tua atau muda semua satu , darah daging nusantara, yg harus bergandeng tangan ,
    tidak ada pemimpin atau yg di pimpin , rakyat
    adalah pemimpin nusantara yg sebenarnya,
    dlm menciptakan sendi sendi kehidupan yg harmonis menuju kemakmuran dan keadilan serta kesejahtera,an bersama,
    utk para senior yg saya hormati,
    kami generasi muda menunggu partisipasi yg nyata. mohon ma,af jika ada salah kata. rahayu.

  2. sepertinya wahyu itu hanya lewat tanpa diresapi,masuk telinga kiri langsung keluar ketelinga kanan,padahal banyak ajaran2 luhur yg perlu kita pahami -kita sebarkan dan kita laksanakan.Sekarang ini banyak yg terbius masalah2 duniawi,egonya lebih diutamakan dan perhatian pd sesama sudah mulai luntur dan banyak larangan2 /adat istiadat moral banyak yg dilanggar.Oleh sebab itu ingatlah “SA BEGJA2NING WONG LALI,ISIH LUWIH BECIK MARANG KANG TANSAH ELING LAN WASPADA ”

    saam rahayu.

  3. Syukurlah kalau begitu mas tomy,
    artinya tentu burung-burung perkutut itu sekarang sedang menikmati hawa segar kemerdekaan di alam bebas habitatnya.

    Jika burung-burung itu lebih suka hidup dalam penjara (kurungan) niscaya mereka akan kembali masuk sangkarnya.

    Kita boleh menikmati keindahan suara burung-burung itu dan keindahan bulu-bulu satwa lainnya, tetapi mereka itu adalah milik alam.

    Oleh karena itu silakan nikmati kicau merdu suaranya, tetapi jangan sekap burungnya.

    Penafsiran memang akhirnya bisa lain-lain mas tomy, tergantung bagaimana interest dan ekspektasi kita masing-masing. Karena kebetulan saya tidak suka mengurung binatang, ya bagi saya apa yang ada dalam penglihatan mas tomy tentang hilangnya burung-burung perkutut yang menyisakan sangkar kosong itu, merupakan “pertanda baik”.

    Sementarta bagi penafsir lain, mungkin itu pertanda buruk. Sah-sah saja.

    Begitu mas tomy.

  4. Ikutan komen aaahhh…mumpung ada ‘keyword’ dari mas Suprayitno (“Penafsiran memang akhirnya bisa lain-lain…”)

    Begini : Konon…ini konon lho ya, mingturut paradigma yang telah menjadi tradisi..eh tradisi yang diparadigmakan dalam lingkungan kraton, seekor sekali-lagi seekor ‘burung perkutut yang tetah kinayungan/sinisihan wahyu, memerlukan 30-sangkar burung plus 11-sangkar cadangan.
    Jadi jelas banyak sangkar yang kosong. Dan konon juga…sangkar2 burung yang kosong ini, sebagai pengisi waktu giliran disinggahi sang perkutut, …mereka pada bermain kartu-ceki…

    Sekali-lagi ini KONON…semoga…

    Salam mas Prayit, mas Tommy…
    Maaf agak tranya’an…biasa kadang2 kumat

    1. itu ada jimatnya Mas, yaitu pake tongkat penggembala bebek :mrgreen:
      kita semua sejatinya khan kayak tukang angon bebek, mengeksploitasi sesama buat kepentingan sendiri 😀

  5. mengembalikan alur trah pada GRM Gatot Menol adalah sesuatu yang bener nanging durung pener.

    Surakarta dan Yogyakarta memang telah sampai titi wancine. Surakarta di PB XII, Yogyakarta di HB IX.

    sekarang ini persiapan untuk Mataram Baru… Mataram Binangun Nuswantoro.

  6. Mas Itempoeti berkata…
    sekarang ini persiapan untuk Mataram Baru…
    Mataram Binangun Nuswantoro

    Setuju…jika yang dimaksud adalah REAKTUALISASI MATARAM-AWAL…
    Terlebih setelah melalui proses Restorasi, penelusuran Budaya dan terutama Sejarah…

    Apalagi menyinggung Atlantis…kita seyogyanya berkontemplasi tentang Sangiran…
    Bahwa disitu berdiri kokoh, tegak AJI-SAKA, TIANG-AGUNG…berupa POHON BESAR KEHIDUPAN…yang bentang-rentang cabang/dahan/rantingnya sampai Madagaskar diBarat, India/Siam/Malaka/Tumasik/Filipina diUtara, kep.Hawaii/easter Island diTimur, Selandia-Baru/Australia diSelatan…..
    Ditiap rerimbunan daun diujung2 ranting, hidup komunitas2 berbagai etnis/suku bangsa…
    Itulah…SEJATINYA-NUSWANTARA…..
    Sangat…sangat Menggetarkan

    Salahkah saya, seandainya mengimajinasikan NUSWANTARA sebagai BAHTERA-NUH..?

    Bahtera yang akan terus bergerak keTimur dg kecepatan (5 – 7)cM dalam setahun…

    Mugi…Gusti Ingkang Murbeng Dumadi…
    Tansah Paring Pepadhang ing Nuswantårå

  7. @ Mas Mahendra
    Memang bukan mengembalikan trah Mas, saya bukan pendukung feodalisme yang tengah mati ngorak di Indonesia ini. Namun pendukung Mataram Baru panjenengan itu. Banublah jiwanya..bangunlah badannya..

    @ Mas Sikap Samin
    Ya ya ya Bahtera Nuh yang bergerak ke Timur sama dengan Matahari yang terbit dari arah barat…. karena akan tiba saatnya orang Kedar keturunan Bayut akan berbondong-bondong menju ke barat apa daya pintu tobat telah tertutup

  8. Benar kata masPrayit, penafsiran bisa bermacam2. Bisakah hilangnya perkutut kraton yogya itu, ditafsir sbg meninggalnya mbahMarijan? Seandainya pemimpin bangsa ini seperti mbahMarijan… Mungkin sbagian orang menganggap mbah konyol. Tapi lebih banyak orang yang memuji loyalitasnya dalam mengemban amanah. Statemen beliau telah beliau buktikan. THE LAST MAN STANDING OF MERAPI..

    1. itu oke-oke saja Mas 😀
      simbol atau logos bisa ditafsirkan bermacam-macam
      dan pemaknaan itu yang menjadikan manusia memiliki arti
      seperti Kyai saya yang tukang ndobos itu, kendobosannya memberi arti bagi hidup para spiritualis yang disorientasi

      Namun pemaknaan ataupun gagasan sebaik apapun yang diberikan oleh orang lain, selalu menuntut penelaahan dan tidak jarang menuntut kelihaian untuk melihat mana yang memang sungguh2 baik dan itu seringkali menuntut pengalaman.
      pengalaman disini adalah relasi yang jujur terhadap diri kita
      Tidak memberi pembenaran diri, tidak keras kepala, tidak fanatic, tidak chauvinistic, sadar bahwa mungkin masih ada kesalahan itulah syarat pertama mencapai kebenaran.
      Orang akan mengusahakan mana yang terbaik. Ketika sudah melakukan yang semula dianggapnya baik, ia akan memepertimbangkan lagi mana yang lebih baik lagi. Begitu seterusnya sehingga orang akan berproses dalam sikap pertobatan yang terus menerus, ia terbuka pada segala sesuatu yang baik, yang benar

  9. jangan2 perkututnya sekarang tidak untuk simbol…tapi untuk lomba…..jadi pas kesana..dak ada…lagi latihan karaoke…biar menang

  10. katanya Bangsa yang besar adalah Bangsa yang bangga akan sejarahnya dan mampu menghormat kepada pendahulunya.
    Pertanyaan saya, bagaimana Bangsa Indonesia bisa menjadi besar kalau kita tak pernah mau secara terbuka memberikan suatu apresiasi kebanggaan kepada Majapahit yang hanya oleh Majapahit Nusantara ini pernah bersatu dalam kejayaannya? Terkadang fanatisme buta dan ketakutan segelintir orang akan kembalinya kejayaan majapahit telah menseketsa ulang sejarah Bangsa. Adakah suatu media publik seperti televisi swasta yang mau mebuat acara jejak Majapahit atau jejak Hindu di Nusantara? saya fikir jauh panggang dari api.

    Semoga Rahayu dan Rahajeng dalam perenungan kita masing masing dan semoga semangat kebangkitan kejayaan nusantara akan membawa kita bertemu di suatu titik dari pencarian kita masing masih.

    Restu Leluhur selalu bersama kita.

  11. MIJIL MUJUD

    Ngapunten sakderengipun,
    Sugeng reraosan, tinebu teteping kalbu ing manah sederek sedaya
    Sinatriya sinatriya kang agung

    Dulur kabeh..
    Poso bareng2..
    He he…mutih, ngrowot, etc..NGGENTUR maneh
    Mepes, tapa maning, ngudi jiwaraga tinemu rasa utama
    Nyengkuyung sareng….
    Kagem wulan Juli benjang

    Lahir
    :
    Muncul, wujud presiden kang saged nyengkuyung mukti aken negeri kita maning.

    Lahir
    :
    Presiden kang sageh nggelaraken gelar Hamemangkubuwana,

    Muncul
    :
    Presiden kang saged nggelaraken gelar HamangkuAlam ing negeri kita meniko

    Mijil
    :
    Mijil lahir wujud presiden kang saged teges nggelar gelar Hamangkunegara sejati, sagedto nggelar sejatining Bhre Wijaya..nggelar Jaya kawijayaning tlatah Negari Indonesia Raya.

    Kadospundi….

Tinggalkan Balasan ke sikapsamin Batalkan balasan